ANAK POLOS YANG KU PERKOSA
June 11, 2020
Aku ingat Tya waktu dia masih kecil, Dia anak temanku yang paling kecil, Tya benar-benar membuat hatiku tidak karuan, dengan rambut sebahu, hitam legam ikal. Umurnya sekitar 15 atau 16 tahun sekarang, dan wajahnya yang baby face membuatnya seperti tak berdosa. Ketika melihat Tya untuk yang kesekian kalinya, aku bersumpah kalau aku harus berhasil tidur bersamanya sebelum aku pergi dari kota ini. Dan aku sudah menjalankan rencanaku. Aku main ke rumah Tya bekali-kali, sepanjang siang dan malam sampai aku telepon untuk mengetahui kapan Tya ada sendirian dan kapan orang tuanya ada. Dan pada waktu malam aku memutuskan untuk masuk ke rumah Tya aku sudah memastikan bahwa orang tua Tya sudah tidur dan Tya ada di kamar tidurnya. Rencanaku akan kuperkosa Tya sementara orang tuanya tidur di kamar mereka.
Tubuhku kaku karena tegang, waktu aku buka jendela belakang rumahnya pakai linggis. Suara jendela yang terdongkel terdengar seperti letusan membuatku harus diam tidak bergerak selama setengah jam menunggu apakah ada penghuni rumah yang terbangun. Untung saja semuanya masih dalam keadaan sunyi senyap, dan aku memutuskan untuk masuk. Tubuhku sekarang gemetar. Setiap langkahku seperti membuat seluruh rumah berderit dan aku siap meloncat melarikan diri. Tapi waktu aku sampai di depan kamar tidur Tya rumah itu masih gelap dan sunyi senyap. Aku buka pintu dan masuk sambil menutupnya kembali. Aku seperti bisa mendengar jantungku yang berdetak keras sekali. Aku belum pernah setakut ini seumur hidupku. Tapi bagian yang paling susah sudah berhasil aku lampaui. Kamar tidur orang tua Tya ada di lantai dasar. Aku
g sampai akhirnya besar dan tegang sampai ngilu. Mata Tya terbuka menatapku tidak bisa bernafas. Aku ada di sebelah ranjangnya mencekik lehernya, sementara tangan kiriku mengcungkan belati di depan wajahnya.
“Diem. Jangan bergerak, jangan bersuara, atau lo mati.” aku dengar nada suaraku yang lain sekali dari biasa. Kedengarannya bengis dan kejam.
Tya tetap terlihat cantik. Umurnya lima belas tahun. Dia terbatuk-batuk.
“Kalau aku lepasin tanganku, lo berguling tengkurap dan jangan berisik atau aku potong leher lo.” Aku tentu tidak bermaksud akan membunuh dia, tapi paling tidak itu berhasil bikin Tya ketakutan. Tya langsung menurut dan segera kuikat tubuhnya, menutup mulutnya dengan plester, dan mengikat pergelangan tangannya di belakang.
Selimut yang menutupi tubuh Tya sekarang sudah ada di lantai, dan aku bisa melihat jelas gadis yang lagi tengkurap di depanku. Tubuh Tya langsing dan mungil, dan baju tidur yang dipakainya terangkat ke tas membuatku bisa melihat kakinya yang putih dan mulus. Ereksiku sudah maksimal dan aku sudah tidak tahan sakitnya, celanaku menyembul didorong oleh penisku yang besar, dan bersentuhan dengan pantat Tya yang mungil. Aku menindih Tya dan bergoyang-goyang membuat penisku bergesekan dengan pantat Tya dan dengan tanganku yang bebas kuraba bagian dada Tya yang masih ditutup oleh dasternya. Buah dada Tya masih kecil, yang membuatku makin birahi. Mulutku bersentuhan dengan telinga Tya .
“Lo benar-benar sempurna. Tetap diam dan aku akan pergi sebentar segera.”
Mata Tya terpejam seakan-akan telah tertidur kembali. Aku lepaskan celana trainingku dan celana dalamku sampai ke kakiku tapi belum aku melepaskannya dari badanku, sambil menatap bagian belakang tubuh Tya yang indah. Kakinya yang telanjang membuat nafasku berat, dan dasternya tidak bisa lagi menutupi pantatnya yang ditutupi celana dalam putih. Dan tangannya yang terikat erat benar-benar membuat Tya sempurna buatku. Aku buka kaki Tya tanpa perlawanan yang berarti, dan membenamkan wajahku, yang membuat Tya mengeluarkan erangan untuk pertama kalinya. Aku benamkan wajahku ke selangkangan Tya , menikmati wangi tubuh Tya , yang terus mengerang ketakutan. Selanjutnya aku raba-raba vaginanya yang tertutup celana dalam dari belakang, meraba, dan akhirnya menusuk-nusuk dengan jariku. Ini membuat erangan Tya makin keras sehingga aku harus mengancamnya lagi dengan belatiku. Kemudian kulihat dia gemetar dan kelihatannya mulai menangis. Celana dalamnya lembab, dan aku jadi berpikir mungkin Tya mulai terangsang oleh jariku.
“Lo suka Tya ? Hei, lao suka tidak?” Tya hanya menangis. Aku terus meraba vaginanya, sampai aku tidak tahan lagi, dan langsung kutarik celana dalam Tya sampai lepas.
Aku makin mencium bau tubuh Tya . Dan aku mulai gila. Aku balik lagi badannya, karena aku tahu aku lebih mudah ngerjain Tya lewat depan. Tya berbaring tidak nyaman, berbaring telentang dengan tangan terikat ke belakang, dan telanjang mulai pinggang ke bawah, rambut kemaluannya yang masih tipis terlihat jelas. Ia menatap mataku, air mata membuat pipi Tya berkilat tertimpa cahaya lampu kamarnya. Aku tidak begitu suka lihat tatap mata Tya , aku jadi berpikir untuk bikin dia tengkurap lagi begitu penisku sudah masuk ke vaginanya. Aku menempatkan tubuhku, aku harus memnyuruhnya beberapa kali untuk membuka kakinya lebih lebar, seperti dokter gigi, “Ayo lebih lebar sayang, lho kok segitu, lebih lebar lagi, bagus anak manis..”, Aku ingin tahu dia masih perawan atau tidak. Tya tidak meronta-ronta, soalnya aku masih pegang belatiku, tapi terus menangis tersedu-sedu, dan mengerang-erang, berusaha berkata sesuatu.
“Lo masih perawan tidak Tya ? Masih? Masih apa tidak.”
Tya terus menangis. Aku angkat dasternya ke atas lagi. Di depan Tya agak rata, buah dadanya hanya sekepal dengan puting susu yang mengeras. Aku pikir itu karena udara dingin, tapi mungkin juga bagian dari tubuh Tya yang emang terangsang.
“Bukan gitu sayang, lo musti buka lebih lebar lagi..”
Aku tekan penisku di belahan vaginanya yang masih mungil. Terasa basah. Kutarik lagi penisku dan kumasukkan jariku, dan merasakan jepitan vagina Tya yang hangat yang membuat penisku ingin merasakannya juga. Aku gerakkan penisku maju mundur beberapa kali dan mengarahkan penisku lagi, tegang seperti tongkat kayu.
“Buka lagi manis. Lo benar-benar cantik. Aku cuma mau perkosa kamu terus pergi.”
Aku harus mendorong, bergoyang, berputar, dan akhirnya mengangkat kedua kaki Tya ke atas sebelum aku berhasil mendorong kepala penisku masuk ke vagina Tya . Aku lihat lagi buah dada Tya dengan putingnya yang mencuat ke atas, mata yang memohon dan meratap dengan air mata dan aku dorong penisku masuk ke vagina mungil milik gadis berumur lima belas tahun itu dengan seluruh tenagaku. Tya menjerit, diredam oleh plester, membuatku makin semangat. Vaginanya sempit sekali seperti menggenggam penisku. Dia ternyata tidak basah sama sekali. Aku perkosa dia dengan kasar, seakan-akan aku ingin membuatnya mati dengan penisku, berusaha membuat Tya menjerit serta aku menghentak masuk. Tya semakin histeris sekarang.
Keadaanku sudah 100 persen dikuasai birahi, dan sekarang aku memusatkan perhatian untuk menyakiti Tya , dan aku tidak punya lagi rasa kasihan buat Tya . Aku terus menghentak-hentak di atas tubuh Tya , dengan kecepatan yang brutal, dan tubuhnya yang mungil terbanting-banting karena gerakanku. Aku merasa aku seperti merobek vagina Tya dengan penisku, dan membuatku makin terangsang, mendorongku bergerak makin brutal. Di sela-sela gerakanku, aku jatuhkan belatiku dan kulepaskan celanaku yang membuat tanganku bebas menggunakan tubuh Tya . Aku kesetanan merasakan tubuh Tya , aku meremas setiap bagian tubuh Tya , meremas buah dadanya, menjepit puting susunya, dan menggunakan bahunya yang kecil buat menopang tubuhku.
Aku hampir tidak ingat apa aja yang aku kerjakan sama Tya . Tya beberapa kali meronta pada awalnya, berusaha membebaskan tangannya, berusaha berguling, berusaha mengeluarkan penisku dari vaginanya. Wajah Tya memancarkan rasa panik dan takut, dan aku terus memperkosanya sekuat tenagaku, seakan-akan itu masalah hidup dan matiku. Seaat sebelum aku mengalami orgasme aku menarik penisku keluar dan Tya langsung berusaha untuk berguling. Aku jambak rambutnya dan menariknya.
“Brengsek, tidur ke lantai.”
Aku tarik kepalanya sampai menempel ke lantai. Sementara dia jatuh berlutut, tapi Tya sama sekali tidak bisa mengangkat wajahnya dengan tangan masih terikat ke belakang. Kepala Tya terbenam ke lantai. Tya masih menangis dan gemetar. Aku masukkan lagi penisku ke vagina Tya tanpa kesulitan, karena penisku sudah seluruhnya dilumuri darah perawan Tya . Aku masukkan dari belakang sebelum Tya sempat meronta, aku pegangin pinggulnya sementara aku terus mendorong sekuat tenaga. Dengan pantat masih nungging ke atas aku tekan punggung Tya dengan tanganku sehingga kepala dan dada Tya makin terhimpit ke lantai, dan aku terus memperkosa dia dengan gaya seperti anjing. Dan Tya sendiri sekarang mendengking-dengking seperti anak anjing yang ketakutan. Sekarang kutarik lagi rambutnya, membuat kepala Tya terangkat.
Tya benar-benar cantik dan tak berdaya, tangannya terikat di punggung. Aku terus menyetubuhinya dengan keras dan tidak berirama, kadang brutal berhenti sedetik dan mulai lagi dengan keras, dan bergatin menekan punggungnya ke lantai lalu menarik rambutnya hingga ia mendongak lagi, sampai aku merasakan tanda-tanda ejkulasi lagi. Aku ingin sekali melepas plesternya dan memasukan penisku ke mulutnya yang mungil, tapi untung saja aku masih sadar kalau itu bisa bikin aku ketahuan, jadi aku tetap metahan penisku di liang kenikmatan Tya sedalam-dalamnya dan melepaskan ejakulasiku. Aku pegangin belahan pantat Tya dekat dengan selangkanganku waktu aku menyemburkan spermaku ke rahim Tya yang menerimanya dengan tatapan mata panik.
“Oh Tya , sayangku, oh, oh..”
Penisku bekerja keras memompa, berdenyut, menyemburkan sperma ke tubuh Tya , dan aku belum pernah mengeluarkan sperma sebanyak ini selama hidupku. Tya tetap diam tidak bergerak, terengah-engah. Nafasku juga terputus-putus, dan bergidik sedikit ketika aku mengejang lagi dan menyemprotkan sisa spermaku ke rahim Tya . Aku menghentak dia beberapa kali lagi, sekarang dengan penuh perasaan seperti sepasang kekasih. Tya sadar bahwa aku sudah selesai, dan menerima gerakanku yang terakhir ini masih tak bergerak, dengan kepala terbenam ke dalam karpet kamarnya yang tebal.
Aku tarik penisku keluar. Dan aku langsung merasa cemas lagi. Aku langsung mengenakan pakaianku, dan secara ajaib masih ingat untuk mengambil belatiku dan memikirkan sesuatu untuk aku ucapkan pada Tya .
“.. Makasih sayang”, aku berbisik lirih, dan langsung melarikan diri.
Dan biarpun aku sempat cemas ketika aku sudah dalam perjalanan ke luar kota, beberapa saat kemudian aku kembali dipenuhi hasrat baru. Aku berpikir untuk kembali dan menculik Tya serta mengajak beberapa orang temanku untuk mencicipinya.